Dr Mahfouz Mengungkapkan Kenapa Dirinya Tidak Kecewa Ketika Pencalonan Wakil Presiden Jokowi Batal Di Pilpres 2019.
– Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfouz mengungkapkan mengapa dirinya tidak kecewa dan terluka saat dicopot sebagai wakil presiden mendampingi Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019.
Hal itu terungkap saat MD Mahfouz baru-baru ini tampil sebagai bintang tamu dalam sebuah talkshow di kanal YouTube Helmy Yahya Talk.
Diketahui, Mahfud MD yang diharapkan menjadi pendamping Jokowi menggantikan KH Ma’ruf Amin di detik-detik terakhir bergabung dengan KPU.
Tak lama setelah Ma’ruf Amin dinyatakan sebagai wakil presiden, Mahfouz mengatakan Jokowi memanggilnya ke istana.
“Pada saat itu, Park Jo-koi adalah seorang atlet, tetapi begitu saya menyatakan bahwa saya bukan atlet, dia memanggil saya ke istana.”
“Saya bilang ke Pak Mahfouz saya minta Pak Mahfouz jadi Wapres dan saya lakukan karena Pak Jokowi mengalah.
Jokowi kemudian meminta Mahfud MD untuk tetap mendukungnya di kabinet.
“Pak Jokowi mengatakan masih banyak pekerjaan di Kabinet begitu juga dengan Wakil Presiden. Nanti Pak Mahfouz, silakan ikut saya. Tolong bantu saya.”
Berperan sebagai Bung Karno dan Suharto.
Ada alasan bagi Mahfouz untuk tidak kecewa atau marah atas keterpurukannya sebagai calon wakil presiden.
Menurutnya, situasi saat itu tidak ada apa-apanya dibandingkan Presiden Sukarno dan Soeharto.
“Saya kira Bung Karno sudah berkuasa selama 20 tahun dan telah ditolak kekuasaannya.”
“Saya belum pernah berkuasa, saya belum pernah. Bung Karno turun dari atas, saya bahkan tidak mengajukan kenaikan pangkat, jadi ada alasan untuk marah, alasan untuk kecewa,” kata Mahfouz.
Sama halnya dengan Suharto, yang digulingkan setelah 32 tahun berkuasa.
“Saya normal, jadi hidup saya normal saat itu.”
Dia berkata, “Setelah dua atau tiga hari, saya merasa tidak nyaman karena pertanyaan itu.”
Itupun ada yang mengusulkan agar Mahfouz bergabung dengan oposisi.
“Bergabung saja di sana dan kita menyerang. Itu tidak nyaman. Aku tidak tertarik menyerang. Bukannya aku tidak menjadi (Quapressor), aku pindah dan ikut menyerang. Itu tidak baik.”
(/Gilang Putranto)